Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Situs Batu Bedil Bayah, Peninggalan Prasejarah di Ujung Selatan Banten

Situs batu Bedil Bayah
Bantensite_Situs Batu Bedil Bayah merupakan situs Kepurbakalaan yang terletak di kawasan hutan Cikiruh, Desa Bayah Timur, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak-Banten. Situs Batu menhir yang terbuat dari jenis batuan monolith ini terletak di atas lahan kasepuhan Bayah dan diperkirakan telah lama ada sejak zaman prasejarah.

Batu Bedil ataupun Menhir yang ditemukan di Bayah ini merupakan jenis batu purbakala yang biasanya dibentuk dalam posisi berdiri seperti sebuah tugu dan tegak memanjang di atas tanah, namun situs yang berada di Bayah ini sedikit berbeda dan unik lantaran letak Batu Menhir tersebut berada di kemiringan sebuah bukit.

Baca Juga : Dogdog Lojor, Alat Musik Tabuh Tradisional Dari Banten

Mungkin karena kontur tanah yang labil serta seiring berlalunya waktu membuat batu menhir tersebut bergeser dari posisinya semula dan semakin miring sehingga membentuk serupa moncong meriam ataupun Bedil, dan mungkin karena hal itu pulalah yang kemudian menjadi dasar penamaan Situs Batu Bedil tersebut. Situs Batu Menhir di Bayah ini terdiri dari beberapa batu tegak dengan ukuran bervariasi yang ditempatkan dengan jarak yang cukup rapat kemudian satu batu menhir yang paling besar berada tegak di tengahnya.

Menurut penuturan warga, situs batu Bedil ini konon pertama kali ditemukan oleh seorang warga Bayah benama Sayonk yaitu sekitar tahun 1986, meski demikian keabsahan akan hal tersebut masih cukup disangsikan sebagian pihak lantaran sebelum ditemukan oleh Sayonk pun diketahui sudah banyak orang yang mengunjungi tempat batu tersebut dengan tujuan-tujuan tertentu.

Pada tahun 1999 para arkeolog mulai tertarik untuk meneliti tentang keberadaan situs pra-sejarah batu bedil ini, hingga pemerintah pun akhirnya mulai menata tempat keberadaan situs ini pada tahun 2009. Kini, situs batu bedil berada dalam pengawasan Kantor Pelestarian Cagar Budaya Banten dan dilindungi oleh Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Oleh karenanya setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya terancam akan dipidanakan dengan hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.

Baca Juga : Golok Ciomas, Senjata Tradisional Khas Jawara Banten

Di luar itu semua, konon pada zaman dahulu situs batu menhir ini seringkali dikunjungi oleh orang-orang sakti untuk dijadikan sebagai tempat bertapa dan sejenisnya. Bahkan, menurut cerita yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun, situs Batu Bedil juga pernah menjadi tempat perenungan oleh seorang Putra Raja dari Kerajaan Siliwangi yang terkenal karena kesaktiannya, yaitu Raden Prabu Kian Santang.

Selain Raden Kian Santang, diceritakan bahwa seorang sakti mandraguna lainnya yang bernama Eyang Gentar Bumi juga pernah singgah dan melakukan perenungan di Batu tersebut. Iaa adalah seorang aulia yang sakti dan tersohor memiliki ilmu kanuragan tinggi, selain itu iaa juga dikenal dengan nama Wali Sakti Qudratullah. Pada saat itu ialah yang mengemban tugas untuk menyebarkan syariat Islam di Sukabumi bagian Selatan yang berbatasan dengan Lebak.

Karena begitu tingginya kesaktian Eyang Gentar Bumi tersebut, konon tidak ada satu orang pun yang sanggup berdiri tegak ketika bertarung melawannya, hanya dengan mengehentakan kakinya ke tanah, Eyang Gentar Bumi mampu membuat setiap lawannya goyah kelimpungan, tanah yang mereka pijak seakan berputar dan bergetar bagai diterjang gempa yang amat dahsyat. Hingga pada akhir hayatnya konon Eyang Gentar Bumi kemudian dikuburkan di bawah batu menhir tersebut.

Baca Juga : Prasasti Cidanghiang Munjul, Pujian Bagi Raja Purnawarman

Memang cerita di atas belum bisa dibuktikan keabsahannya, namun di samping benar atau tidaknya bumbu-bumbu tentang cerita rakyat yang melegenda tersebut keberadaan Situs batu Menhir di Bayah ini memang harus mendapat perhatian dan dijaga baik Pemeringtah maupun masyarakat dan pengunjung agar tidak terbengkalai apalagi rusak. (R1)